Bagaimana Hukumnya Sujud Syukur Tanpa Wudhu? Ini Penjelasannya

MWCNU | Kemiri - Assalamu'alaikum wr wb. Pengasuh Bahtsul Masail NU Online yang terhormat, mohon edukasi sujud syukur yang sering kita lihat di tayangan media. Tiap orang mendapatkan nikmat Iangsung cium tanah tanpa memperhatikan syarat rukunnya. Terima kasih. (Zainabina).   


Jawaban 

Wa'alaikum salam wr wb. Saudari penanya dan pembaca setia NU Online di manapun berada, kami ucapkan banyak terima kasih kepada saudari penanya yang telah berkenan bertanya. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan keberkahan hidup untuk kita semua. Amin.   


Sebelumnya kami jelaskan terlebih dahulu bahwa dalam mazhab Syafi'i sujud syukur hukumnya sunah sebab datangnya suatu kenikmatan, seperti kelahiran anak, memperoleh kedudukan, harta, kembalinya seseorang yang telah lama pergi, atau kemenangan atas musuh; atau karena terhindar dari musibah, seperti selamat dari kebakaran, tenggelam, terhindar dari musibah, melihat orang yang terkena musibah sebagai bentuk syukur kepada Allah atas keselamatannya, atau melihat orang yang sedang bermaksiat secara terang-terangan.    


Yang dimaksud datangnya kenikmatan adalah kenikmatan yang baru datang, bukan nikmat yang sifatnya terus-menerus, seperti kesehatan, keislaman atau nikmat kecukupan finansial. Karena jika demikian, hal itu akan menyebabkan seseorang menghabiskan seluruh hidupnya untuk sujud syukur. (As-Syirbini, Mughnil Muhtaj, [Beirut, Dar Kutub Al-'Ilmiyah: 1415 H], juz I halaman 447).


Dalil dari kesunahan sujud syukur di antaranya adalah hadits riwayat Imam Abu Dawud: 

  أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إذَا جَاءَهُ أَمْرٌ يَسُرُّهُ خَرَّ سَاجِدًا   

Artinya, "Sungguh Nabi saw ketika datang kepadanya sesuatu yang membahagiakan, beliau langsung bersujud." (HR Abu Dawud).      


Sujud Syukur dalam Mazhab Syafi'i Sujud syukur hanya boleh dikerjakan di luar shalat. Sebab sujud syukur tidak berkaitan dengan shalat, sehingga jika orang mengerjakan sujud syukur di dalam shalat dengan sengaja dan mengetahui keharamannya, maka shalatnya justru batal.    


Secara umum teknis pengerjaan sujud syukur persis seperti sujud tilawah di luar shalat. Syekh Nawawi Banten menegaskan:  

 وَهِي كسجدة التِّلَاوَة خَارج الصَّلَاة فِي كيفيتها وشروطها ومندوباتها   

Artinya, "Sujud syukur sama seperti sujud tilawah di luar shalat dalam tata cara, syarat, dan kesunahan-kesunahannya."   Masih menurut Syekh Nawawi Banten, sujud syukur sama seperti sujud shalat dalam hal kewajiban dan kesunahan-kesunahannya. Adapun rukun-rukunnya adalah:


Saat sujud disunahkan membaca bacaan berikut empat kali:  

 سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدِ ِللهِ وَلَا إِلَه إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرْ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمْ   

 Artinya, "Mahasuci Allah dan segala puji bagi-Nya. Tidak ada Tuhan selain Allah. Allah maha besar. Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah yang Mahaluhur dan Mahaagung."  


Imam Al-Qalyubi menjelaskan bahwa syarat sujud syukur sebagaimana syarat shalat pada umumnya, seperti harus suci dari hadats dan najis, menutup aurat, dan menghadap kiblat.  

 وَتُشْتَرَطُ شُرُوطُ الصَّلَاةِ قَطْعًا كَالطَّهَارَةِ وَالسَّتْرِ وَالِاسْتِقْبَالِ   

Artinya, "Dan disyaratkan (dalam sujud tilawah, begitu juga sujud syukur) syarat-syarat shalat secara pasti, seperti suci (dari hadats dan najis), menutup aurat, dan menghadap kiblat." (Hasyiyata Qalyubi wa 'Umairah, [Beirut, Darul Fikr: 1995], juz I, halaman 237).   


Dengan kenyataan bahwa sujud syukur harus dikerjakan dalam keadaan suci, menutup aurat dan menghadap kiblat; mengerjakan rukun-rukunnya, niat bersamaan dengan takbir, sujud dengan terpenuhi berbagai syarat dan kewajibannya, seperti meletakkan dahi terbuka dengan sedikit tekanan, meletakkan telapak tangan, telapak kaki, lutut, dan syarat sujud lainnya, kemudian terakhir membaca salam setelah duduk.


Maka apa yang sering kita saksikan di media sosial yang menampilkan orang tiba-tiba langsung sujud sebab mendapatkan kenikmatan tanpa memperhatikan syarat, rukun, dan kewajiban sujud syukur sebagaimana penjelasan di atas, maka tindakannya itu tidak dapat disebut sebagai sujud syukur menurut mazhab Syafi'i.      


Sujud Syukur dalam Mazhab Maliki  Hukum sujud syukur dalam mazhab Maliki terdapat khilaf. Pendapat yang masyhur dalam mazhab Maliki menyatakan bahwa hukum sujud syukur adalah makruh. Adapun yang disunahkan saat datangnya suatu kenk'matan atau terselamatkan dari cobaan adalah shalat dua rakaat.   


Ibnu Habib Al-Maliki termasuk ulama yang membolehkan sujud syukur. Namun ulama mazhab Maliki yang membolehkan sujud syukur pun berbeda pendapat terkait apakah harus suci atau tidak. Ibnu Wahab berpendapat bahwa sujud syukur bagi ulama yang membolehkannya disyaratkan harus tetap dalam keadaan suci.    


Sementara ulama mazhab Maliki lain berpendapat, boleh sujud syukur tanpa bersuci, dengan alasan jika harus bersuci terlebih dahulu maka akan menyebabkan terlewatkannya dorongan untuk sujud syukur.  

  واختار بعض من لقيناه من القرويين عدم افتقاره إليها بل يسجد بلا طهارة لأنه إذا تركه حتى يتطهر أو يتوضأ أو يتيمم زال سؤال سجوده منه   

Artinya, "Sebagian ulama Qarawiyin yang kami temui memilih pendapat tidak diperlukan syarat bersuci dalam sujud syukur. Bahkan orang boleh sujud tanpa bersuci. Sebab, jika ia menunda sujudnya sampai ia bersuci, berwudhu, bertayamum, maka hilanglah anjuran atau dorongan untuk sujud syukur." (Qasim bin Isa Al-Qairawani, Syarhu Ibnu Naji An-Tanuhi, [Beirut, Darul Kutub 'Ilmiyah: 2007], juz I, halaman 221).    


Lebih lugas Abul Abbas Ahmad Al-Maliki mengutip pendapat Al-Wanughi:   

الوانوغي: لا نص في اشتراط الطهارة لسجود الشكر. وقال بعضهم: لا تشترط لأنه يأتي فجأة   

Artinya, "Al-Wanughi berkata: 'Tidak ada nash yang mensyaratkan suci untuk sujud syukur. Sebagian ulama mengatakan bahwa kesucian tidak disyaratkan, karena sujud syukur itu dilakukan secara tiba-tiba." Al-Wansarisi, Al-Mi'yarul Mu'rab, [Beirut, Darul Kutub al-Ilmiyah: t.t.], juz I, halaman 301).    


Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebanyakan ulama berpendapat bahwa dalam sujud syukur disyaratkan syarat-syarat shalat pada umumnya, yakni harus suci, menghadap kiblat, dan menutup aurat. Namun, menurut sebagian ulama mazhab Malik sujud syukur tidak dapat dikerjakan tanpa harus bersuci.   


Walhasil, bagi orang yang hendak sujud syukur yang paling utama adalah berwudhu, menghadap kiblat, takbir bersamaan dengan niat, sujud kemudian salam setelah duduk.   


Namun, apabila seseorang mendadak mendapatkan nikmat dan hendak sujud syukur tetapi tidak memungkinkan meninggalkan tempat tersebut untuk berwudhu, semisal di atas panggung atau kondisi yang lainnya, maka ia dapat mengerjakan sujud syukur tanpa bersuci dengan mengikuti ulama yang membolehkannya. Wallahu a'lam.    

 

Ustadz Muhamad Hanif Rahman, 
Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel